Skip to main content

Siang di Sebuah Pustaka



                                   (i)
Siang di sebuah pustaka di tengah kota. Aku
menyurukan kepala dalam dalam kedalam
 jejeran buku lalu tenggelam dalam aksara dan kosakata. 
Kuangkat tapak kaki sedepa dari lantai menghindari
rayap yang mulai merayapi. Memang disini hama dipelihara
hingga meraja berbagai jenis serangga.
Ranjang ranjang buku ditutupi semak ilalang
Dinding diselimuti jaring laba-laba belang
Udara yang bertuba tak sanggup aku hela. Aku
bernafas dari kantong paru-paru maya yang kubawa sendiri
Segerombolan anak remaja duduk melingkar
di pinggir ranjang menghadap sebuah kotak berisi
sepasang kekasih sedang bercumbu.Satu dari mereka berbisik
menegurku. Katanya heningku lebih bising dari bahak tawa mereka.
Aku hanya mendesah nyerah
                                    (ii)
Aku datang ke pustaka siang siang membawa selimut dan
bantal usang, untuk bermain  bersama anak remaja kemarin.
Atau ikut memandang kotak tempat penyebab mereka
terbahak. Namun langit-langit sudah dipenuhi jaring laba-laba yang
menjaring buku-buku. Mereka beringsut pelan tapi elan
sambil makan kembang gula susastra. Sedangkan aku
dan segerombolan anak remaja bersuka dengan kotak
yang hari ini menyajikan berita sepasang kekasih tamasya
Bunga Pasang,20 Maret 2016

Comments

  1. Puisi yang menarik. Hatur nuhun untuk kunjungannya di http://saungfernandarochman.blogspot.co.id

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit

sumber gambar: goodreads.com “ Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang. ”(hal 2) Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang. Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilay