Skip to main content

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit


sumber gambar: goodreads.com

Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang.”(hal 2)
Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang.
Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilayah anyar dalam peta kesusastraan dunia yang berbeda dari prosa liris atau sastra romantisme yang sedang tumbuh subur pada masa itu.
Namun demikian, meski genre fantasi menjadi begitu populer setelahnya, di Indonesia tidak terlalu banyak penulis yang menhadirkan ragam ini. Setidaknya tidak banyak yang muncul ke permukaan khazanah kesusastraan dalam negeri.
Adalah Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, seorang penulis muda, yang kemudian mencuat mengangkat cerita genre fantasi melalui novel-novelnya. Karyanya yang teranyar, Semua Ikan di Langit, memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2016.
Dengan kemenangannya ini, Ziggy, dengan keterampilan berbahasa di atas rata-rata sebagaimana yang dikatakan dewan juri, telah menghamparkan lanskap cerita fantasi ke tengah-tengah khalayak pembaca sastra tanah air.

Bermain dengan Metafora
Semua Ikan di Langit dibuka dengan adegan sebuah bus dalam kota, narator dalam novel ini, yang tiba-tiba, diluar kendalinya, dibawa terbang oleh segerobolan ikan julung-julung. Lalu, sesaat kemudian, ikut pula seorang anak lelaki bersama mereka terbang hingga ke luar angkasa. Dalam 259 halaman, Ziggy, melalui narator bus dalam kota tersebut, mengisahkan pengembaraan menelusuri angkasa raya bersama ikan julung-julung dan seorang lelaki yang ia panggil sebagai Beliau.
Sedikit banyak, pembaca akan segera menilai karya Ziggy ini punya alusi dengan karya Le Petite Prince yang terkenal itu. Akan tetapi Semua Ikan di Langit memiliki alur, metafora dan premis cerita yang berbeda. Yang membuat mereka sama mungkin saja hanya keleluasaan penulis memainkah imajinasinya di luar ranah akal sehat. Tersebab demikian ia disebut sebagai cerita fantasi.
Sepertinya, Ziggy tidak hanya bermain-main dengan khayalan semata demi hiburan belaka. Ia menggunakan banyak metafora sebagai perkakas guna menyajikan makna-makna yang diselipkan di dalam ceritanya.
Anak lelaki yang disebut sebagai Beliau, yang memimpin perjalanan sebuah bus dalam kota dan ikan julung-julung di luar angkasa, bisa jadi adalah metafora terhadap Tuhan atau pencipta yang mengenalkan dunia dan isinya kepada sebuah bus.  
“Kebahagiaan Beliau melahirkan Bintang. Kesedihan Beliau membunuh keajaiban. Kemarahan Beliau berakibat fatal.” (hal 62)
Petualangan bus dalam kota bersama ikan julung-julung yang mengantarkan mereka pada penemuan-penemuan yang tak terduga, seperti ketika mereka bertemu dengan pohon maha besar di luar angkasa. Pohon tersebut diciptakan oleh Beliau sebagai sarang yang menyimpan jiwa-jiwa manusia yang akan dilahirkan. Pohon tersebut mengetahui sejarah panjang kehidupan sehingga mereka menyebutnya Si Hebat. Kita bisa mengira pohon besar tersebut sebagai Pohon Pengetahuan yang tumbuh di Taman Eden seperti yang termaktub dalam Kitab Kejadian.
Cerita yang disuguhkan Ziggy, dilihat dengan kacamata filosofis, adalah sebuah pengantar untuk perenungan reflektif lebih lanjut mengenai cinta, semesta, ketuhanan dan kemanusiaan. Ziggy menempatkan nilai-nilai profetiknya secara simbolik dibalik narasi maupun dialog, bukan teks-teks lateral. Sehingga dibutuhkan penyelaman lebih dalam guna menyingkap makna-makna asketisnya. Namun, hal demikian bukanlah suatu keharusan. Memahami narasi Ziggy semata-mata sebagai teks yang tertulis tidaklah salah, tentunya.
Walhasil, selalu harus ada pilihan bagi pembaca dalam pemaknaan sebuah cerita. Pemaknaan yang mendalam dan tak terbatas, pada akhirnya, akan mengayakan pemikiran, serta memungkinkan kemunculan sudut pandang baru tentang kehidupan.[]
Identitas buku
Judul: Semua Ikan di Langit
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Grasindo
Tebal: 259 hlm
Cetakan: I, Februari 2017


Tulisan lainnya:
1. Vegetarian
2. Hikayat Tirai Besi
3. Pedro Paramo
4. Lelaki yang Kembali Menemukan Bayangan Melalui Mimpi
5. Ngaleut Sekolah Tempo Dulu

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam