Skip to main content

Ngaleut Sekolah Tempo Dulu: Napak Tilas Pendidikan Masa Kolonial


Siswa HKS (Hogere Kweek School) di depan bangunan sekolah yang sekarang berfungsi sebagai Markas POLWILTABES Bandung (sumber: Wikipedia)

Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia,” begitu titah Nelson Mandela tentang pendidikan.  Dan sejarah peradaban manusia telah membuktikan bagaimana pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk dan memajukan sebuah bangsa. Hal pertama yang ditanyakan Kaisar Hirohito ketika Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan bom atom di penghujung Perang Dunia II adalah, “Berapa guru yang masih kita miliki?” Ini adalah pernyataan legendaris Sang Kaisar yang memperlihatkan betapa pentingnya pendidikan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) bagi kebangkitan bangsa.
             Pun dengan kebangkitan nasional Indonesia sebagai sebuah bangsa, tak terlepas dari peran penting pendidikan yang mulai berkembang secara sistematis dan terpadu sejak akhir abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh.
Adalah Politik Etis yang berperan penting dalam mengembangkan pendidikan di masa kolonial Belanda. Pendidikan (edukasi) merupakan salah satu dari tiga program Trias Van Deventer yang menjadi bagian dari Politik Etis sejak Ratu Wilhelmina naik tahta. Kelak, melalui sistem pendidikan ini, tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia muncul dan membangkitkan semangat kebangsaan. Pendidikan kolonial yang awalnya diperuntukkan guna melahirkan tenaga terampil dengan upah murah serta merawat loyalitas kepada pemerintah kolonial, pada titik tertentu, menjadi bumerang yang menyerang diri sendiri bagi pemerintah kolonial Belanda.

Bandung, pada masa kolonial, adalah kota pendidikan selain juga pusat pemerintahan. Beberapa institusi pendidikan berdiri di kota ini yang kelak melahirkan beberapa tokoh pergerakan nasional. Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei, saya dan beberapa teman Komunitas Aleut melakukan perjalanan napak tilas ke beberapa bangunan sekolah kolonial beberapa hari setelahnya. Beberapa bangunan yang kami kunjungi masih berfungsi sebagai sekolah hingga kini, beberapa lainnya telah dipakai sebagai peruntukan lain.
*   *   *
Pada minggu pagi itu, cuaca sedang bersahabat. Langit tengah memamerkan wajah terbaiknya, biru tak tersaput awan . Waktu yang tepat untuk berjalan-jalan. Kami berkumpul dan memulai perjalanan dari Sekolah Santo Aloysius di Jalan Sutan Agung.

Sekolah Santo Aloysius
Gedung sekolah Santo Aloysius ini dibangun pada 1928-1930. Dibangun oleh beberapa biarawan dari Ordo Sanctae Crucis, yang sekarang dikenal Ordo Salib Suci, salah satu ordo dalam Gereja Katolik Roma. Sekolah Santo Aloysius awalnya didirikan sebagai bagian sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), sekolah menengah setingkat SMP. Lulusan sekolah ini dapat melanjutkan HBS (Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas. Ketika pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai markas Kempeitai dan kamp konsentrasi tawanan perang.

Loji Sint Jan           
             Bangunan yang terletak di dekat perempatan Jalan Merdeka dan Jalan Aceh ini merupakan gedung perkumpulan organisasi persaudaraan yang sering dipandang negatif oleh masyarakat, freemasonry. Dulunya sering disebut sebagai Loji Setan disebabkan kegiatan perkumpulan ini yang sering mengadakan upacara-upacara tertentu yang terlihat sangat asing di mata penduduk Bandung. Selain itu, gedung ini dulunya juga berfungsi sebagai perpustakaan yang diperkirakan menjadi salah satu sumber bacaan Soekarno ketika menulis Indonesia Menggugat di penjara Banceuy. Bangunan ini menjadi salah satu jejak pernah berkembangnya perkupulan Freemasonry di Bandung. Sejarah mengenai gerakan ini dapat dibaca di buku Okultisme di Bandoeng Doeloe oleh M. Ryzki Wiryawan.

Sekolah Santa Angela
            Sekolah ini dibuka pada tanggal 1 Juli 1920 sebagai HBS (Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas. Ketika itu, bersama sekolah St. Aloysius, sekolah ini lebih dikenal dengan julukan Sekolah Menak karena sebagian besar pelajarnya adalah anak para menak atau golongan the have.

Hogere Kweekschool (HKS/Sekolah Guru)
            Bangunan ini sekarang sekarang adalah gedung Markas Polwiltabes (Mapolwiltabes) Bandung yang bertempat di Jl. Merdeka No. 16, 18 dan 20. Sekolah ini didirikan pada tahun 1866 sebagai Sekolah Guru (Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzers) yang didirikan atas inisiatif seorang kewarganegaraan Belanda, bernama K.F. Hole sebagai Administratur Perkebunan Teh Waspada di Gunung Cikuray, Bayongbong, Garut. Beberapa tokoh nasional pernah belajar di sekolah ini, antara lain Abdulharis Nasution, Otto Iskandardinata, Roestam Effendi  dan Ibu Sud. Setelah menempuh pendidikan di sekolah guru ini, lulusannya dapat mengajar di sekolah rendah/dasar seperti Hollands Inlandse School (HIS).

SMP 5 Bandung
Bangunan yang beralamat di Jl. Sumatera no. 40, ini didirikan tahun 1920 berfungsi sebagai sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Bandung, sekolah menengah pertama. Lama pendidikannya sekitar 5 tahun. Para murid waktu itu berasal bukan hanya dari bangsa Belanda, tapi ada juga yang berasal dari bangsa lain, seperti India, Cina, dan bangsa Indonesia. Saat penjajahan Jepang, sekolah ini pun berubah fungsi menjadi penjara orang-orang Belanda dan markas Kampetai.Saat kemerdekaan Indonesia, fungsinya dikembalikan menjadi sekolah. Baru tahun 1950-an, namanya diganti menjadi SMP Negeri 5 Bandung.

SMA 3 dan 5 Bandung
            Sekolah yang berdiri di jalan Billitonstraat (sekarang Jl. Belitung No. 8) ini didirikan pada 1915 sebagai Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS) yang dirancang oleh arsitek Charles Prosper Wolff Schoemaker. Sekolah ini merupakan sekolah menengah untuk bangsa Belanda dan kalangan ningrat Indonesia (sekolah setaraf gabungan SMP (MULO) dan SMA (AMS) dengan masa studi 5 tahun). Sejak tahun 1950an, sekolah ini menjadi SMA 3 dan SMA 5 Bandung. Beberapa lulusan HBS Bandung adalah Djuanda Kartawidjaja dan Sultan Hamid II. Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke pergurun tinggi seperti Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB), sekarang ITB.
*   *   *
            Demikianlah beberapa sekolah pada masa kolonial di kota Bandung yang berkesempatan kami telusuri pada hari itu. Di luar itu, masih banyak sekolah lainnya di kota Bandung yang ikut melahirkan semangat pergerakan nasional di awal abad kesembilan belas. []

Bangunan HBS Bandung yang sekarang digunakan SMA 3 dan SMA 5 Bandung (sumber:wikipedia)
Markas Polwiltabes Bandung, tempat Ibu Sud dan A.H Nasution belajar di Sekolah Guru pada masa kolonial

Diskusi setelah kegiatan Ngaleut

Comments

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit

sumber gambar: goodreads.com “ Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang. ”(hal 2) Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang. Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilay