Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2017

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit

sumber gambar: goodreads.com “ Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang. ”(hal 2) Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang. Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilay

Hikayat Pejuang Anarkis dalam Revolusi Bolshevik

Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. (Lord Acton, surat kepada Uskup Mandell Creighton, 1887) Revolusi Bolshevik yang terjadi pada 1917 dan menjadi bagian dari dua gelombang Revolusi Rusia telah meruntuhkan rezim Dinasti Tsar yang telah berkuasa selama lima abad lebih, dan merubah wajah Rusia hingga beberapa dekade setelahnya. Revolusi yang dikenal juga sebagai Revolusi Oktober, melahirkan Republik Sosialis Uni Soviet dan menggantikan Provisional Government (Pemerintahan Sementara) yang dibentuk setelah pemberontakan gelombang pertama yang menumbangkan Dinasti Tsar pada Februari tahun yang sama. Tak lama setelah dua gelombang revolusi dan pengalihan kekuasaan ke kaum Bolshevik, Perang Sipil Rusia pecah dan berlangsung hingga 1922. Meski secara ontologis Revolusi Bolshevik, dan Revolusi Rusia dalam skala mundial,  terpisah dari situasi waktu dan dimensi kita saat ini, namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut. Kediktatoran p

Ngaleut Sekolah Tempo Dulu: Napak Tilas Pendidikan Masa Kolonial

Siswa HKS ( Hogere Kweek School) di depan bangunan sekolah yang sekarang berfungsi sebagai Markas POLWILTABES Bandung (sumber: Wikipedia) “ Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia ,” begitu titah Nelson Mandela tentang pendidikan.   Dan sejarah peradaban manusia telah membuktikan bagaimana pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk dan memajukan sebuah bangsa. Hal pertama yang ditanyakan Kaisar Hirohito ketika Hiroshima dan Nagasaki diluluhlantakkan bom atom di penghujung Perang Dunia II adalah, “Berapa guru yang masih kita miliki?” Ini adalah pernyataan legendaris Sang Kaisar yang memperlihatkan betapa pentingnya pendidikan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) bagi kebangkitan bangsa.              Pun dengan kebangkitan nasional Indonesia sebagai sebuah bangsa, tak terlepas dari peran penting pendidikan yang mulai berkembang secara sistematis dan terpadu sejak akhir abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh. Adalah Politik Etis yang

The God of Small Things, Arundhati Roy

Ini adalah novel pertama penulis India, Arundhati Roy, dan merupakan karya fiksi satu-satunya hingga sekarang. Buku ini terbit pertama kali di Inggris pada 1997 dan meraih Man Booker Prize pada tahun yang sama (dulu disebut Booker Mc Connell). Sejak terbit, buku ini mendapat tanggapan dari dua ‘kubu’ yang bertolak belakang: yang satu menyanjungnya setinggi langit dan yang lain menganggapnya “buku sampah yang tak harus dibaca”. Kebanyakan dari kelompok yang tak bisa menerima novel ini disebabkan adegan seksual yang tak bermoral dan hubungan seksual yang tak dapat diterima, selain isu-isu sosial yang menyerang adat istiadat yang telah menjadi tradisi masyarakat India, yang menjadi latar utama novel ini. Pada tahun terbitnya novel ini, seorang pengacara India menggugat Arundhati Roy , atas nama ‘kepentingan umum’, ke pengadilan karena adega seks yang jorok pada novelnya ini dan dituduh dapat merusak moral anak muda. Hiruk pikuk yang muncul setelah novel ini beredar di India, mem