Skip to main content

Menemukan Jati Diri melalui Ekstase dan Kontemplasi


(sumber gambar: bacabaca.co)

Detail Buku
Judul: Panggilan Hati
Judul asli: The Calling: Unleash Your True Self
Penulis: Priya Kumar
Penerjemah: Nadya Andwiani
Penerbit: Baca
Tebal: 228 hlm
Cetakan: I, Maret 2017
ISBN: 978-602-6486-08-0

“Penyesalan bagi kehidupan itu sama seperti rayap bagi kayu. Ia akan menggerogoti dan menghancurkanmu.” (hal 30)
Tak selamanya bencana merupakan kutukan pembawa sial. Ada kalanya kejadian naas yang menimpa hidup seseorang dapat mengantarkannnya menuju ruas hidup yang lebih baik. Atau memberinya kesempatan melakukan refleksi yang melahirkan gagasan cemerlang yang tak pernah terpikir sebelumnya. Sengsara membawa nikmat. Begitu kira-kira titah para tetua.

Hal demikian yang terjadi dan mengubah kehidupan Arjun, tokoh sentral dalam novel karya penulis India, Priya Kumar. Kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa menggiringnya pada perjalanan hidup yang tak terduga. Arjun, seorang yang boleh dikata pekerja sukses, tengah dalam periode hidup krisis paruh baya. Biasa disebut midlife crisis, bahasa kerennya. Ia sedang terombang ambing dalam mengarungi samudra kehidupan tanpa dapat melihat jelas tujuan hidupnya. Kesuksesan dalam pekerjaan tak serta merta mengantarkan dirinya pada kebahagian batin. Ditambah kegagalan dalam rumah tangganya, membuatnya jadi pesimis akan hidup dan masa depannya.
Cerita dibuka dengan adegan sebuah truk yang nyaris menggilas Arjun dan mobilnya dalam perjalanan untuk sebuah pertemuan bisnis. Ia selamat dari kecelakaan tersebut berkat pertolongan seorang Sadhu, seorang petapa atau guru spiritual. Sang penyelamat tersebut, dengan cara yang tak dipahami Arjun, mengetahui masalah kehidupan yang dihadapinya. Dengan kebijaksanaan seorang guru, ia menganjurkan Arjun untuk melakukan perjalanan ke sebuah tempat demi menguraikan sebuah benang yang terikat di satu pohon. Kita patut benar menganggap itu sebagai metafora terhadap kekusutan masalah yang dihadapi Arjun.
Arjun, demi mematuhi nasihat sang Sadhu, sebentar kemudian melakukan perjalanan spiritual ke Hemkund Sahib, sebuah tempat ziarah spiritual di puncak Himalaya seperti yang didedahkan sang penyelamat. Itulah perjalanan yang mengantarkan Arjun pada pengalaman spiritual paling dalam dan menggetarkan jiwa yang pernah ia rasakan. Melalui panduan seorang juru antar, Arjun dipertemukan dengan seorang guru spiritual yang lain di tengah perjalanan ke puncak himalaya. Kelak, melalui ujian dan bimbingan yang diberikan sang guru tersebut, Arjun dipaksa memikirkan kembali cita-cita dan tujuan hidupnya.
Sang guru tersebut mewajibkan Arjun untuk melalui beberapa ujian yang harus ia selesaikan demi mencapai tujuannya di puncak himalaya. Beberapa diantaranya, ia harus melakukan meditasi dan diam di suatu tempat tanpa pernah meninggalkan tempat itu, tak peduli apapun yang teradi disekitarnya. Meski gagal beberapa kali, dan mesti mengulanginya lagi, Arjun kembali menemukan jati diri melalui ekstase dan refleksi yang ia lakukan selama ujian spiritual tersebut. Perjalanan tersebut mengantarkannya pada pemikiran lebih fundamental akan hidupnya.

“Kau tidak bisa menghentikan apapun atau siapapun melakukan perubahan. Satu-satunya kekuatan yang kau miliki adalah terhadap keadaanmu sendiri.” (hal 170)

Novel ini mengajak dan memandu pembaca memasuki alam refleksi dan kontemplasi ciptaan Priya Kumar melalui tokohnya, Arjun. Melalui cerita yang disuguhkan dengan keindahan narasi, pembaca diperkenalkan dengan kehidupan spiritual para pertapa di Pegunungan Himalaya. Dinginnya hembusan angin dan terjalnya jalan pendakian menuju tempat meditasi, tak menyurutkan langkah para pertapa guna melakukan perjalanan spiritual ke puncak tertinggi dunia itu. Melalui karya novelis India ini, sedikit banyak kita diperkenalkan dengan kehidupan spiritual, kepercayaan dan tradisi mayoritas masyarakat India.[.]


Comments

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit

sumber gambar: goodreads.com “ Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang. ”(hal 2) Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang. Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilay