Oleh ST SULARTO
Kompas, 26 Oktober 2019
Yuval Noah Harari (sumber: wikipedia)
Membaca tiga buku ”raksasa” karya Yuval Noah Harari (43) butuh waktu ekstra. Tidak bisa dibaca sambil lalu. Layak disebut ”raksasa” bukan hanya karena halamannya tebal, padat data, dan kelancaran bertutur yang menarik, melainkan terutama pada gagasan-gagasan provokatifnya.
Melalui tiga buku yang ditulisnya itu, terutama buku Sapiens dan Homo Deus, Harari menjungkirbalikkan dalil-dalil ilmiah ataupun keyakinan agama yang selama ini sudah ditabalkan sebagai kebenaran di kalangan agama Yahudi dan Kristen.
Ketika buku Sapiens terbit pertama pada tahun 2011 dalam edisi bahasa Ibrani, buku itu sempat membuat heboh. Sementara Sapiens dalam versi bahasa Indonesia terbit enam tahun kemudian, yakni pada tahun 2017 setebal 526 halaman. Buku itu mendapat sambutan hangat masyarakat. Belum genap dua tahun sejak kemunculannya yang pertama, Sapiens sudah cetak ulang delapan kali, sehingga penerbit Kepustakaan Populer Gramedia mempromosikannya sebagai buku best seller.
Buku karya Harari kedua yang terbit dalam versi bahasa Indonesia berjudul Homo Deus (526 halaman) yang diterbitkan oleh Penerbit Alvabet pada tahun 2018. Adapun edisi bahasa Inggris buku itu terbit tahun 2015. Sama seperti buku Harari sebelumnya, Homo Deus edisi Indonesia juga menjadi best seller, dalam waktu satu tahun cetak ulang empat kali. Buku ketiga Harari berjudul 21 Lessons for the 21st Century terbit dalam versi bahasa Inggris tahun 2018, dan sampai saat ini belum ada penerbit yang menerbitkan dalam versi Indonesia.
Membaca ketiga buku Harari, menangkap gagasan provokatifnya dan menikmati daya tarik narasinya memang butuh waktu ekstra. Tetapi saya sangat terbantu oleh Damaring Tyas Wulandari Palar yang menerjemahkan buku Sapiens, dan Yanto Mustofha penerjemah buku Homo Deus, sehingga saya bisa menangkap gagasan Harari tanpa membandingkan dengan naskah asli.
Untuk mengerti dan mencerap buku Harari yang ketiga, saya merasa perlu menyediakan lebih banyak waktu lagi. Ibarat membaca novel sejarah, Secara umum, sekilas saja dengan provokasi-provokasi Harari dan kelancaran penuturannya—ibarat membaca novel sejarah—masuk akal apabila ketiga buku ini membetot perhatian dan juga mengagumkan.
Dengan istilah sapiens—selama ini dikenal Homo sapiens (manusia berpikir), Harari mengecam manusia yang tidak memberi ruang nyaman bagi keberlangsungan hidup makhluk lain. Sapiens adalah pemenang dalam proses seleksi alam atau survival of the fittest sebagaimana pernah dikemukakan Charles Darwin. Manusia menjadi penguasa dunia.
Meski peradaban manusia terus berkembang, nafsu merusak pada diri sapiens tidak hilang, sebaliknya terus berlanjut. Dengan penuturan yang menohok, dan pilihan kata-kata yang bernas, gagasan Harari menancap dan memprovokasi pembaca, tetapi tidak terasa menyerang langsung dalil-dalil agama.
Sebagai salah satu sejarawan terpandang, belum jelas apakah juga sebagai paleontolog, apa yang dikemukakan oleh Harari menjadi referensi bagi pembaca. Pembaca akan menerima pandangan-pandangannya. Misalnya tentang periodisasi 4,5 miliar tahun terbentuknya planet Bumi atau tentang perkembangan manusia Neanderthal pada 2,5 juta tahun lalu yang berevolusi di Eropa dan Timur Tengah.
Ada titik-titik temu terkait kehidupan beragama. Orang-orang Suci dalam agama Kristen tidak hanya menyerupai dewa-dewi politeistik lama. Kerap kali mereka benar-benar dewa-dewi yang sama, tetapi tersamarkan. Misalnya dewi utama Irlandia Keltik sebelum tibanya agama Kristen adalah Brigid. Ketika Irlandia menjadi Kristen, Brigid dibaptis. Dia menjadi Santa Brigidia yang sampai saat ini merupakan orang yang paling dihormati di Irlandia Katolik (hlm 260).
Banyak pendapat Harari yang bisa membuat marah agamawan, tetapi sebaliknya ada yang menanggapi bukunya secara biasa-biasa saja. Mereka umumnya menangkap maksud pokok Harari dalam menulis riwayat umat manusia, meski di dalam bukunya terdapat banyak kisah/kejadian yang bertentangan dengan iman yang dihayati manusia zaman ini. Dalam bagian penutup buku Sapiens, Harari sendiri menyimpulkan bahwa Homo sapiens hanyalah hewan yang menjadi tuhan, yang mengubah diri menjadi penguasa planet berikut ekosistemnya.
Masa depan manusia
Dibandingkan buku yang pertama, Homo Deus (Manusia Tuhan) lebih membuat terengah-engah karena entakan-entakan spekulatifnya. Buku ini menyajikan berbagai kisah tentang usaha manusia yang berusaha melestarikan hidup dan kejayaan yang telah dinikmati selama ini.
Harari menjungkirbalikkan berbagai dalil. Ia menyebut hasil survei terkait teori evolusi yang mengungkap bahwa 46 persen lulusan sarjana percaya Tuhan menciptakan manusia, 14 persen manusia berevolusi tanpa supervisi Ilahi (seperti dinyatakan Teilhard), 25 persen yang meyakini Injil, sedangkan 29 persen memercayai hanya seleksi alam (hlm 118).
Dalam bagian lain Homo Deus Harari menegaskan bahwa saat ini Dataisme yang menjadi dewa bagi upaya masa depan umat manusia sejak abad ke-18 yang tak pernah tertandingi. Tuhan adalah produk imajinasi manusia, tulis Harari (hlm 448). Imajinasi manusia hanyalah produk algoritma biokimia. Pada abad ke-21, Dataisme mungkin menyingkirkan manusia dengan mengalihkan pandangan terhadap dunia dari homosentris ke datasentris. Dari Homo sapiens di buku pertama ke Homo Deus di buku kedua, apa yang akan dicapai manusia abad ke-21?
Dalam buku ketiga Harari memfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah aktual, sekaligus memberikan tawaran untuk mengatasinya. Dalam lima bab persoalan-persoalan aktual itu, di antaranya dia sebut terorisme, sekularisme, dan post-truth, sementara di bagian penutup dia ajak pembaca menghadapi masa depan ini dengan penuh kegembiraan.
Dengan observasinya yang menjungkirbalikkan berbagai pandangan sebelumnya, dan provokasinya yang mengentak-entak, Harari mengakui bahwa apa yang ditulisnya merupakan buah refleksinya sejak remaja. Hasil peziarahan panjang menjalani kariernya sebagai sejarawan.
Mengapa Harari memberi judul buku ketiganya 21 Lessons for the 21st Century? Rupanya lewat lima bab buku yang terdiri atas 21 topik itulah, Harari menyampaikan nasihat bagaimana menghadapi tantangan di bidang teknologi, politik, harapan, kebenaran, dan ditutup dengan membahas kebahagiaan di bagian akhir.
Ketiga buku Yuval Noah Harari perlu dibaca lengkap, baru dengan demikian kita peroleh manfaat: tentang keprihatinan dan harapan umat manusia. Memang bukan sebuah buku sejarah yang menjelaskan detail tentang periode sejarah, tetapi dengan data sejarah itu dia menawarkan masa depan manusia.
Sejarah memberikan perspektif, daya tarik, dan penuturannya. Dalam konteks itu kita perlu mengakui Harari seorang sejarawan yang hebat dengan kelengkapan risetnya tentang sejarah umat manusia.
*ST SULARTO: Peminat dan Pemerhati Masalah Perbukuan
Review Buku
ReplyDelete