Skip to main content

The Girl on The Train, Paula Hawkins




(sumber: amazon.com)

Apa jadinya jika sebuah cerita disampaikan oleh narator yang tidak dapat dipercaya? Yang sebagian besar cerita disampaikan ketika doi lagi mabok? Besar kemungkinan kita, sebagai pendengar/pembaca, dibuat bingung dengan kerutan di dahi sambil terus bertanya ’apa yang sebenarnya terjadi?’.
Demikianlah cerita thriller The Girl on The Train ini dinarasikan. Rachel, narator utama selain beberapa narator lainnya, adalah seorang perempuan 30-an yang setiap hari naik komuter dan melewati beberapa rumah yang sangat ia kenal. Namun, di awal cerita, Mbak Rachel ini membuat imajinasi sendiri tentang rumah tersebut dan penghuninya. Ia mengarang sendiri cerita indah tentang rumah tersebut sebagai bentuk keputusasaan atau ketidakpuasannya atas realita hidup yang dijalaninya. Dalam pengembaraan imajinasinya tersebut, si Mbak Rachel ini semakin tidak bisa dikenali mana khayalan mana kenyataannnya. Batas antara imajinasi dan realitas menjadi samar belaka.
Untungnya Paula Hawkins, si pengarang novel ini, memberi pembaca sedikit titik terang di tengah lorong gelap nan gulita yang dipugarnya. Kita akan diperdengarkan narasi monolog dari beberapa orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan ini. Ya, premis utama novel ini adalah tentang terbunuhnya Megan, seorang perempuan muda yang tinggal di sebuah rumah di pinggir rel kereta komuter yang tiap hari dilalui Mbak Rachel tersebut. Namun, teka-teki mengenai siapa pembunuh Teh Megan ini juga disingkap dengan perlahan dan mencekam. Sebab, Si Teteh yang belum lama menikah ini pun punya masa lalu yang tak sederhana dan ikut menentukan jalan cerita mengenai kasus tersebut. Dan si Mbak Rachel adalah salah satu orang yang berperan penting pada masa lalu orang-orang tersebut.

Kurang lebih seperti itulah karya fiksi perdana jurnalis Inggris Paula Hawkins ini. Berlatar di London, cerita thriller cum misteri ini cukup asik dan menegangkan untuk dihabiskan dalam satu atau dua kali sesi baca, meski berhalaman 400an lebih, tersebab ritmenya yang cepat dan alur waktu maju yang tidak membingungkan. Satu kekurangan yang saya rasa adalah di bagian penghujung cerita, yaitu momen penyingkapan siapa sang pembunuh. Di situ, cerita terasa terlalu cepat klimaks dan tiba-tiba ‘selesai’. Serupa adegan ranjang yang terlalu panjang adegan pemanasan tapi tiba-tiba ‘diselesaikan’ dengan segera begitu saja tanpa hal-hal yang lebih menegangkan. Padahal masih ada ruang untuk memberi klimaks yang lebih lama ketimbang langsung pada destinasi akhir cerita. [.] 

Resensi lainnya:

Comments

  1. Hai teman blogger sekarang untuk menonton film sangat mudah, bagi pecinta drama korea sekarang bisa nonton di smartphone anda, cukup download MYDRAKOR di GooglePlay gratis, MYDRAKOR banyak film drama korea pilihan dan terbaru. MYDRAKOR.

    https://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main&hl=in

    https://www.inflixer.com/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam

Resensi Novel Divortiare

Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama Penulis                 : Ika Natassa Cetakan pertama : 2008 Halaman              : 328 Sinopsis Divortiare dibuka dengan cerita Alexandra Rhea -tokoh sentral novel ini sebagai aku- yang merupakan wanita karir sebagai relationship manager sebuah bank ternama di Jakarta, Alex – begitu ia disapa- baru baru saja pulang dari business trip ke daerah mengunjungi lokasi bisnis salah nasabah perusahaannya.Dalam perjalannanya pulang ke apartemennya ia menelpon Beno Wicaksono, dokter pribadinya, yang juga adalah mantan suaminya sejak dua tahun yang lalu. Alex meminta Beno yang bertugas di sebuah rumah sakit datang ke tempatnya karena ia merasa tidak enak badan semenjak dari tugasnya ke daerah.