Jalan adalah tempat kau menguji keberuntungan dengan
menyeberanginya.
Tapi aku lebih suka menyusurinya. Berjalan di tepi-tepi demi banyak
kemungkinan
yang bersembunyi di setiap lekuknya.
Aku telah menapaki semua jalan yang pernah dan akan dibuat. Dan
aku
tak pernah lelah. Jalan setapak, jalan raya, hingga jalan ke angkasa.
Dari
jalan paling luas menuju istana negara, hingga jalan paling sempit
menuju rumah
ibadah.
Aku terlahir tak bersepatu dan besar menjadi pejalan kaki.
Kau pernah ingin menjadi sepatu bagiku. Kubilang, “Tak perlu.
Itu hanya
membuatmu menderita“. Kau diam. Lalu kau berubah
menjadi lukisan yang dipajang
ibumu di rumah.
Tiba-tiba aku merasa gundah.
Tak ada jalan yang betul-betul lurus. Tidak juga jalan
ke
tempat kau belajar mengaji. Telapak kakiku telah mendengarkan
semua cerita yang
kau simpan di dalam badan jalan.
Ibuku hanya mengajarkanku cara berjalan, tapi kau
menyuruhku
berlari. Maka aku akan menyelinap ke dalam
mimpimu sebagai ingatan yang menyuruhmu
menangisi masa lalu.
Dalam usahaku menemukan jalan ke rumahmu, aku terus
membakar
ingatan masa lalu dengan bara api dalam keningmu.
Aku ingin berjalan dengan
sebelah kaki milikku, dan sebelah kakimu
yang lain. Aku ingin bercakap-cakap
dengan ayahmu tentang cara berjalan yang baik.
Aku sudah menghabiskan seluruh usia berjalan
dengan membawa
asa. Bila jalan ini tak menuju ke rumahmu,
aku ingin membuat jalan yang lain.
2017
Comments
Post a Comment