Skip to main content

The Exotic Mollucas



Jalan hidup sebagai geologist mengantarkan saya di kepulauan ini (alaah). Yah, singkatnya karena terlibat dalam sebuah exporation project, pada bulan kedelapan tahun ke duaribu delapan hitungan masehi (juga hari kedelapan bulan itu) saya berkesempatan menginjakkan kaki di pulau Halmahera dan ternate yang merupakan bagian dari propinsi maluku utara , gugusan kepulauan di Indonesia timur itu. Secara geologi, kepulauan yang terlihat seperti miniatur pulau Sulawesi itu merupakan tempat bertemunya empat lempeng tektonik yaitu: Australian Plate di selatan, The Philipine Sea Plate di utara, The Eurasian Plate di Barat dan The East Mindanao Plate di sisi Timur. Konsekuensi dari kondisi geologi seperti ini adalah morfologi positif atau bergunung (hilly) yang merupakan gugusan gunung/pulau vulkanik disepanjang bagian timur Pulau Halmahera mulai dari P. Morotai, P. Bacan Ternate dan Tidore. Tentunya pemandangan indah khas daerah pegunungan dengan pantai dan wisata bahari merupakan sesuatu yang akan kita jumpai disana.


Pemandangan indah seperti itu sudah mulai terlihat sejak sebelum kaki saya benar – benar menginjak tanah Maluku. Maksudnya, beberapa saat sebelum pesawat landing, dari udara bisa terlihat dengan jelas pulau - pulau kecil dengan pantainya yang indah. Dengan gunung – gunung yang bergelombang di setiap pulaunya. Dari atas juga terlihat benteng (saya lupa namanya) bekas Pemerintahan Portugis di Ternate yang kalau dilihat dari atas seperti alat kelamin cowok, ada buah pelir dan batangnya (anda tau kan maksud saya).

Potensi wisata kelautan bahari berupa pulau-pulau dan pantai yang indah dengan taman lautnya serta berjenis-jenis ikan hias adalah keunggulan yang dimiliki daerah ini. Potensi wisata alam yang terdapat di Ternate diantaranya adalah Gunung Gamalama, Kesultanan Ternate dan beberapa Benteng peninggalan Portugis. Sedangkan di Pulau Halmahera yang menjadi andalan adalah batu lubang di Sagea Kecamatan Weda. Hutan wisata yang dapat diperuntukkan bagi kepentingan taman national di Lolobata kecamatan Wasile dan Aketajawe Kecamatan Oba memiliki spesies endemik ranking ke-10 dunia. Dan tentu saja pantainya yang Indah dan belum tercemar.

Dari pulau Ternate, kita dapat melihat dengan jelas keindahan pulau – pulau kecil yang mengelilingi pulau tersebut. Seperti, foto saya di bawah ini yang diambil dari hotel tempat saya menginap. Disana terlihat dua gunung pulau yaitu Pulau Maitara dan Tidore, sama seperti ilustrasi pada uang seribu rupiah yang ada di dompet anda (coba cek). Sepertinya tempat pengambilan foto saya dengan ilustrasi di duit seribu itu sama.

Memandangi gugusan pulau tersebut dari tempat yang agak tinggi (lantai 3 misalnya) benar2 suatu kenikmatan tersendiri, apalagi ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok sambil diiringi musik jazzy melodious, wuihh…nikmatnya dunia. (seperti exaggeration, tapi memang begitu adanya). Makanya kalau udah duduk di balkon hotel yang menghadap ke pulau – pulau itu, bisa berjam – jam sampai lupa waktu.

Berjalan – jalan dipinggir pantainya juga sesuatu yang tak boleh ditinggalkan, sambil menikmati suasana pantai yang sejuk dan hangat, kita dapat melihat dengan jelas ikan – ikan hias yang bermain di bibir pantai.
Dari Ternate, perjalanan kita lanjutkan ke Halmahera. Pulau paling besar di Kepulauan Maluku ini. Perjalanan laut dari Ternate ke ujung paling timur Halmahera bisa seharian, Kebeltulan site project saya di ujung lengan timur Halmahera, yaitu di suatu daerah yang bernama Pattani. Namun kepenatan duduk di dalam boat menjadi tidak terasa dengan pemandangan sepanjang pantai indah.

Di ujung timur Halmahera ini, penduduknya berasal dari Irian (Papua) yang sudah lama berpindah dari tanah asalnya dan membangun kehidupan baru di sini. Rumah-rumah mereka dibangun di sepanjang jalan-jalan dan sejajar dengan garis pantai di daerah perkotaan. Struktur bangunannya beraneka ragam sesuai dengan gaya para pendatang dari luar Halmahera di perdesaan. Di pedesaan, rumah-rumah penduduk terbuat dari rumput ilalang dan papan rumbia.

Menghabiskan waktu seharian di sini sungguh membuat rileks dan menyenangkan. Berjalan menelesuri hutan bakau, mendaki puncak bukit untuk mendapatkan view yang luarbiasa kearah laut sambil menikmati makan siang dan sagu kering khas daerah sini, setelah itu bermain bola dipinggir pantai bersama anak – anak Yesowo (desa tempat paling banyak pendatang dari Papua), berenang disore hari di laut yang jernih sambil menangkap ikan. Kemudian ditutup dengan minum kelapa muda yang banyak tumbuh di sepanjang pantai sambil menikmati sunset. Benar – benar sempurna.
Tidak hanya keindahan alam yang dapat kita nikmati di Maluku Utara ini, kebudayaan yang beragam dan mengakar juga wajib diketahui untuk menambah wawasan keIndonesiaan kita.
Masyarakat Maluku Utara memiliki tata cara, adat-istiadat yang merupakan identitas kesatuan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari 3 wilayah kultural yaitu:
* Wilayah kultur Ternate yang meliputi Kepulauan Ternate, Halmahera Utara dan Kepulauan Sula.
* Wilayah kultur Tidore yang mencakupi Kepulauan Tidore dan Halmahera Tengah/Timur
* Wilayah kultur Bacan yang meliputi Kepulauan Bacan dan Obi.

Kediaman suku bangsa yang mendiami daerah Maluku Utara yang berasal dari bangsa-bangsa Melanesia dan Polinesia terdiri dari kurang lebih 28 suku bangsa, antara lain Tobaru, Wayoli, Tobelo, Galela, Sahu, Modole, Togutil, Sawai, Buli, Bajo dan lain-lain.
Bahasa daerah di Kepulauan Maluku Utara bervariasi, sedikitnya ada 29 bahasa daerah, dan untuk wilayah pulau-pulau bagian barat Halmahera tidak termasuk dalam rumpun bahasa Melayu.
Di Pattani ini sendiri memiliki bahasanya sendiri yang jauh berbeda dengan daerah sekitarnya. Saya sempat belajar sedikit, Cuma sudah banyak lupa.
Berikut sedikit yang masih saya ingat:
  • Saya = Aya Saya mau tidur = Aya boy kimtili
  • Kamu = Au Au bon fan pua = Kamu mau kemana (sering disingkat Fan pua saja)
  • Nomto? = sudah makan? Ikaa = sudah yempafille = belum
  • Pin = cewek Fan Lamafu = mari kesini (untuk manggil cewek)
  • Cabanfu = tunggu dulu Mat fan to = Lets go yempa = tidak ada
  • Fan to = pulang sudah! (ngusir orang) Aya boy fana omfu = Saya pulang dulu

Terlihat seperti bahasa dari planet lain : -0 Banyak huruf F-nya. Ya begitulah Indonesia yang kaya alam dan budayanya.

Setiap wilayah kultur selalu menggunakan bahasa kesatuan yaitu Bahasa Ternate, Tidore dan Bacan. Pada umumnya penduduk daerah Maluku Utara dapat memahami bahasa Ternate dan Tidore yang secara logat mirip dengan daerah indonesia timur lainnya seperti Papua (seperti di film Denias) atau Sulawesi.
Di Kota Ternate bahasa yang di pakai masih bahasa Indonesia tapi dengan logat ternate yang cepat itu. Mereka ngomongnya cepat sekali dan sering memperpendek kata. Seperti sudah menjadi su. Jadi kalau mau nanya apakah sudah makan menjadi su makan kah?(dengan tempo cepat)
Daya kreatif masyarakat tetap ada meskipun proses infiltrasi budaya terjadi sejak masa lampau. Hal itu tampak pada dansa, lagu, siokona, anakona, dan seni suara daerah. Seni suara daerah, misalnya moro-moro, saluma, dingo, kabata ngofa bira, togap donci, tide, soya-soya, mara bose, dendang haisua, gala haisua, cakalele, sisi, waleng, lala dan sebagainya.
Kesimpulannya, ternyata Maluku utara memiliki potensi pariwisata yang belum terexposed, tidak hanya keindahan alam dan ke eksotikan pantainya, tapi juga berbagai keragaman budaya peninggalan nenek moyang kita. Tentunya kelestarian alam dan budaya seperti ini harusa selalu kita jaga. Agar kelak anak cucu kita juga dapat merasakan anugrah yang kita rasakan sekarang.
Lesson learned lainnya yang saya dapat adalah bahwa Indonesia benar – benar negara yang kaya: alamnya, budayanya dan lainnya yang ternyata kebanyakan dari kita belum menyadari.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Daftar Penerima Penghargaan Sastra: Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) 2001-2018

Kusala Sastra Khatulistiwa (KSK) adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia yang didirikan oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. Acara ini, sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, namun berganti nama sejak tahun 2014. Pemenang KSK didasarkan pada buku kiriman peserta yang diseleksi secara ketat oleh para dewan juri. Penghargaan bagi insan dunia sastra nasional ini bisa dibilang sebagai acuan pencapaian kesusastraan nasional pada tahun tersebut dan merupakan salah satu ajang penghargaan sastra paling prestisius di negeri ini.  Sebagai pembaca, seringkali saya menjadikan karya-karya yang termasuk ke dalam nominasi, baik shortlist maupun longlist, sebagai ajuan karya-karya bermutu yang wajib dibaca. Meskipun kadang-kadang karya yang masuk nominasi sebuah penghargaan sastra, belum tentu best seller atau sukses dipasaran. Begitu juga dengan label bestseller pada halaman muka sebuah buku, tidak menjamin buku

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam

Makna Asketisme di Balik Narasi Fantasi Semua Ikan di Langit

sumber gambar: goodreads.com “ Pada suatu hari, seekor ikan julung-julung membawa saya terbang. ”(hal 2) Cerita fantasi terkadang tidak hanya berpijak di atas landasan khayalan dan imajinasi liar penulis belaka. Adakalanya, sebagaimana didedahkan John Clute and John Grant dalam The Encyclopedia of Fantasy, kisah mitologi dan simbol-simbol religiositas dapat pula jadi bantalan ketika cerita dilentingkan. Sehingga, merujuk mereka, dibalik teks-teks fantasi, akan selalu didapati makna-makna partikular yang bersembunyi dibalik simbol-simbol yang digunakan pengarang. Mungkin pada mulanya adalah George MacDonald yang pertama kali meneroka lanskap fantasi bagi ranah kesusastraan di pertengahan abad ke-19. Ia, melalui The Princess and The Goblin, memukau pembaca sastra Inggris dengan menghadirkan suatu gaya bertutur dan isi cerita yang baru. Sesuatu yang lain. Melalui cerita tentang cerita seorang putri raja yang hidup kesepian di istana di puncak gunung, MacDonald membuat wilay