Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Memahami Cinta dan Seks dengan Kacamata Sains

(Sumber gambar: Goodreads.com) Detail Buku Judul: Why Men Want Sex and Woman Need Love Penulis: Allan & Barbara Pease Penerjemah: Katisha Penerbit: Gramedia Tebal: 396 hlm Cetakan I: Maret 2010 Cetakan III: Maret 2018 “Cinta adalah reaksi kimia yang terjadi di otak manusia.” Jangan terprovokasi oleh judul buku ini dan menganggapnya sebagai kumpuan tulisan cabul semata. Buku ini bukan dimaksudkan hanya untuk menelanjangi kehidupan senggama manusia sebagai makhluk hidup. Dengan pisau bedah sains, diantaranya biologi dan psikologi, pasangan penulis laris ini mendedahkan bagaimana perbedaan perilaku cinta dan seksual antara laki-laki dan perempuan. Cinta mungkin adalah salah satu   perihal yang terus dipertanyakan sejak nenek moyang kita ada. Apa itu cinta? Bagaimana ia bekerja? Bagaimana seseorang menemukan belahan jiwanya? Apa hubungan cinta dengan kehidupan seksual kita? Dan sebagian besar jawaban dari pelbagai pertanyaan tersebut diliputi oleh kisah-

Kebudayaan: Ilmu dan Kerja

Oleh:  NIRWAN DEWANTO Kompas, 15 Desember 2018 Tanpa kecuali, semua orang hidup di dalam ranah kebudayaan, yaitu tatanan nilai dan perilaku yang kita warisi dan kita wariskan melalui—terutama—pengasuhan dan pendidikan. Namun, kita tidak hanya hidup bertindak di dalamnya, tetapi juga memperbincangkannya, mempertengkarkannya, berebut tentang apa yang benar tentangnya, terutama apabila kita berurusan tentang identitas, ”jati diri”, sesuatu yang kita percayai dapat membuat kita tidak hilang lenyap di tengah samudra perubahan. Di lingkup pewacanaan tentang ”kebudayaan” ini, kita dapat mengancang adanya tiga golongan besar: yaitu kaum apologis, kaum kritis, dan kaum skeptis. Kaum apologis mengatakan bahwa kebudayaan kita (kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah, misalnya) tidak bisa keliru. Apabila kebudayaan kita berubah (katakanlah karena desakan kapital dan teknologi yang mendunia), yang berubah hanya kulit-kulitnya belaka, sementara inti-intinya bertahan tetap. Katak

Sepasang Bola Mata Ibu

aku menangis saat hujan tertumpah seolah mendengar tangisan ibu aku bersendu bila langit tak cerah semisal merasa kedukaan ibu sebelum kesedihan merayap dalam bentuknya paling senyap kulipat segala jarak terhampar demi siasat membuang gusar lalu, pada sepasang bola mata ibu aku terkurung sukacita dalam buaian banyak doa

Hegemoni Puisi Liris

(disampaikan dalam diskusi online @biblioforum) Secara sederhana puisi liris adalah gaya puitis yang menekankan pengungkapkan perasaan melalui kata-kata, dengan rima dan tata bahasa teratur yang terkadang menyerupai nyanyian. Subjektifitas penyair sangat menonjol dalam melihat suatu objek atau fenomena yang dilihatnya. Penyair liris menyajikan persepsi tentang realitas, meninggalkan ke samping objektivitas dan menonjolkan refleksi perasaannya atas suatu gejala atau fenomena. Secara umum, perkembangan puisi liris adalah anak kandung dari kelahiran gerakan romantisisme pada seni pada awal akhir abad ke-18. Romantisisme lahir sebagai respon atas rasionalisme dan revolusi industri yang mulai mendominasi pada masa itu. Kala itu aliran seni lebih bercorak renaisans yang lebih menekankan melihat realita secara objektif. Lirisme dalam puisi lahir sebagai akibat dari berkembangnya gerakan romantisisme yang menekankan glorifikasi atas kenangan indah masa lalu atau tentang alam